May 27, 2011

Adaptability.

Perubahan itu sebuah kepastian. Baik tiba-tiba, ataupun perlahan. Terpaksa ataupun memang ingin mencoba.

Seorang teman pernah berkata ketika kami berdiskusi tentang kemungkinan adanya Pintu Kemana Saja di masa depan, teman saya ini bilang “Gak mungkin ditemukan Pintu Kemana Saja dalam waktu dekat, industri sepeda, motor, mobil, kapal, kereta, pesawat bakal hancur. Yang namanya penemuan revolusioner itu gak mungkin jadi dalam waktu singkat. Perubahan itu pasti bertahap”.

Ini mengingatkan saya pada perubahan yang (disadari atau tidak) terjadi pada kehidupan kita sehari-hari, terlebih pada diri saya (ya iyalah, saya kan pasti lebih nyadar perubahan pada diri saya) ;p

5 tahun yang lalu, kalo saya disuruh tidur di kamar sendirian tiap malam, belum tentu saya mau.

4 tahun yang lalu, kalo saya diharuskan datang jam 11 malam untuk mengotopsi jenazah baru, pasti saya ketakutan.

3 tahun yang lalu, kalo saya punya pacar yang sehari-harinya ditengah laut tanpa sinyal, sulit dihubungi dan sulit komunikasi, belum tentu hubungan kita baik-baik aja.

2 tahun yang lalu, kalo saya disuruh milih 1 orang untuk cerita seluruh masalah hidup saya, kayanya gak akan kepikiran siapapun.

1 tahun yang lalu, ide bahwa saya bisa bertahan setelah kejadian gak enak selama satu tahun ke belakang, pelan-pelan membuat pertahanan pribadi tanpa perlu orang lain tampak sangat gak mungkin.

Pada akhirnya, seluruh hal baik ataupun buruk yang terjadi pada kita, adalah sebuah proses adaptasi, proses perubahan diri kita menjadi pribadi sebaik-baiknya. Pribadi yang akan cocok dan sesuai dengan keadaan kita di masa depan.

Kita yang mungkin tadinya manja, sengaja Allah didik dalam masa perkembangannya menjadi pribadi yang lebih sesuai dengan keadaan kita di masa depan nanti, entah itu mungkin menjadi lebih mandiri karena pada masa depan kita harus hidup sendiri, atau mungkin malah bertambah manja, karena ternyata masa depan kita menuntut menjadi lebih manja.
Kita yang tadinya sangat cuek, sengaja Allah pertemukan dengan orang yang sedikit demi sedikit membangun rasa perhatian kita.
Mereka yang tadinya sangat serius, sengaja Allah pertemukan dengan orang yang lebih luwes dan easy going, agar kita menjadi lebih relaks dalam menikmati hidup.

Baik atau burukkah perubahan yang kita alami selama masa perjalanan ini, sesungguhnya mungkin sulit untuk kita nilai, relatif.
Tapi yakinlah bahwa perubahan yang kita alami ini, hanyalah sebuah jalan untuk menjadi pribadi yang lebih sesuai dengan keadaan kita di masa depan nanti

May 23, 2011

Kualat!

Minggu lalu, temen SMA gue, Meta dan Dhika nikah.

Yang lucunya adalah ketika gue salaman sama Dhika di Pelaminan, dia ngomong gini ke gue:
Makasih ya Sha, udah nyumpahin Meta bakal Cinlok sama gue. Kalo gak, gue gak ada disini kali sekarang

Dan ini mengingatkan gue sekitar 6 tahun yang lalu. Yap. Kalo inget-inget jaman SMA dulu, waktu si Meta masih gondok-gondoknya sekelompok TO sama Dhika, gue-yang waktu itu dengan ngasalnya- nyumpahin Meta bakalan cinlok sama Dhika. Dan masih keinget mukanya Meta -yang mungkin ngasal juga- bilang amit-amit.

Lucu ya?

Gimana suatu hari, kita sebel-kesel-bilang amit-amit tentang seseorang,
dan gimana di hari lain, kita gak bisa ngebayangin hidup tanpa orang itu, and ended up, getting married :)

Gue pribadi gak pernah sih punya pengalaman suka-sayang-atau even jatuh cinta sama orang yang gue sebelin sebelumnya.
Tapi bukannya gak pernah blg ‘amit-amit’ atau disumpahin sama temen gue juga.

Pada akhirnya, kesal, benci, cinta, hanya sebuah rasa yang begitu mudah bercampur dan
memberikan sensasi yang berbeda.

Lucu ya. Gimana Semesta berkonspirasi demi sebuah pasangan bertemu, dan berbahagia.

Can’t wait to meet mine! :)