Selalu suka sama kelas yoga yang dipimpin sama Mba Puji, Mba Puji ini adalah yang punyanya tempat kelas yoga yang gue ikuti, Yoga Leaf di Dago.
Mba Puji ini perawakan cantik, tipe cantik yang calming gitu, dan cara bicaranya menenangkan banget.
Yang gue suka dari kelas yoga yang dipimpin sama Mba Puji ini, dia selalu ngajarin sesuatu.
Kelas yoga gue hari ini dibuka dengan Mba Puji sharing apa yang dia tau soal yoga, dan cabang-cabang yoga.. Ngejelasin soal Hatta Yoga, Bikram, Ashengga (kalo ga salah spelling), dan jenis-jenis yoga lain.
One more thing to learn about.
Yang menarik hari ini adalah, sesi yoga hari ini ditutup dengan sesi sharing dari Mba Puji.
Awalnya Mba Puji cerita, dia dikirimi email oleh temannya, yang menanyakan mengenai Misi Hidup.
Menurut ceritanya Mba Puji, temannya ini adalah seorang lulusan Elektro ITB yang sudah jadi manajer di sebuah perusahaan multinasional, ditengah kesuksesannya, temannya ini merasa gamang, apakah dia berada dalam posisi yang tepat, apakah saat ini dia benar-benar mencapai misi hidupnya di dunia.
Lalu Mba Puji berbagi soal Misi Hidup yang dia pahami, menurutnya Misi Hidup manusia berbeda-beda. Kadang manusia terlalu sibuk berfikir terlalu jauh, sibuk berfikir apa yang belum kita punya, terlalu sibuk berfikir apa yang kurang dari hidup kita, sehingga kita kadang lupa, bahwa kita berada di posisi kita yang sekarang,detik ini adalah posisi terbaik yang telah Allah gariskan untuk mencapai misi hidup kita.
Belajar untuk merasa cukup.
Kadang kita merasa tidak puas dengan apa yang kita punya. Selalu merasa hidup kita ‘kosong’ dan serba ‘berkekurangan’. Selalu ingin punya barang baru, punya sesuatu yang baru, dan tidak merasa puas dengan apa yang di dalam diri kita sendiri. Kadang kita merasa kosong, dan merasa bahwa barang, benda, dan manusia di luar lah yang dapat mengisi kekosongan tersebut, padahal yang perlu kita lakukan hanyalah menyadari rasa kosong itu, dan menikmatinya. Menerima bahwa rasa kosong tersebut merupakan bagian dari diri kita.
Saat kita mengejar sesuatu diluar diri kita, entah itu barang, karir, atau bahkan manusia, yang kita anggap dapat mengisi kekosongan dalam diri kita, kita menjadi terikat. Attach. Rasa kekosongan yang mulai terasa terisi, pada dasarnya hanyalah sebuah rasa yang sementara. Rasa keterikatan ini, tentunya tidak abadi, ada masanya kita harus terlepas. Terpaksa atau pun tidak. De-attach.
When we let go, we receive
Sama seperti cerita teman Mba Puji yang merasa tidak dalam posisi nya yang tepat untuk mencapai misi hidupnya.
Manusia, sebagai khalifah diatas bumi, pastilah diutus Allah untuk mencapai misi tertentu.
Satu sperma diantara puluhan juta yang bisa berada disaat yang tepat, waktu yang tepat, dengan presisi yang tepat untuk membuahi satu ovum, yang nantinya akan menjadi kita, manusia.
Kita punya misi hidup masing-masing, entah itu yang kita sadari dan kita jalani, ataupun misi hidup yang mungkin belum kita sadari. Kadang kita terlalu sibuk berfikir, apakah hal yang kita jalani adalah jalan yang tepat atau tidak. Sibuk berfikir bahwa mungkin seharusnya kita melakukan hal yang berbeda, berada di tempat yang berbeda, padahal kita ada disini sekarang merupakan suatu proses menuju misi hidup kita.
Menjadi kita yang bermanfaat dan berguna bagi dunia.
Menjadi guru, pembantu, ibu, dokter, penulis, artis, teknisi, presiden.
Apapun itu, yang kita jalani dan akan kita gapai sesungguhnya adalah posisi dan peran yang tepat bagi kita untuk bermanfaat di dunia.
Mba Puji kembali bercerita tentang seorang temannya, yang mengalami kegagalan menjadi ABRI setelah 5x mencoba.
Kadang kita sebagai manusia, terlalu memaksakan kehendak, sehingga mengabaikan pertanda yang diberikan semesta kepada kita.
Sesungguhnya, kita sebagai manusia tidaklah melakukan ‘pemilihan’.
Kitalah yang terpilih.
Terpilih untuk menjalankan suatu peran di bumi.
Ketika kita menjalani suatu proses, dan kita merasakan kesulitan-kesulitan, maka terimalah fakta bahwa mungkin peran terbaik kita di bumi bukan disana.
Sehingga kita terpaksa berbelok, mencoba peran lain, dan ternyata dimudahkan.
Allah memberikan pertanda melalui dua cara tersebut, memudahkan kita menuju peran yang memang ‘disiapkan’ untuk kita, atau menyulitkan jalan menuju peran yang bukan untuk kita, sehingga memaksa kita untuk berbelok, menuju peran yang memang benar terbaik.
I used too many ‘kita’ eh? Sorry, my bad. :p
Menuju tahun baru, banyak orang menuliskan resolusi-resolusi yang ‘diluar’ jangkauan.
Bermimpilah setinggi mungkin, katanya.
Namun pada kenyataannya kita harus belajar untuk membuat resolusi, langkah demi langkah.
Sama seperti yoga yang pada awalnya masih harus menggunakan bantuan balok dan tali, lama kelamaan berkembang dan semakin mahir sehingga tidak membutuhkan bantuan lagi.
Buatlah resolusi yang mungkin untuk dicapai, mungkin untuk dijalani.
Satu langkah ke depan, satu langkah kesamping, atau mungkin satu langkah kebelakang.
Yang jelas jangan pernah berhenti bergerak