April 22, 2018

My journey to finally meet him.

Di suatu pagi di Cirebon, saya ingat betul saat itu pagi karena saat itu masih jadi rutinitas harian saya untuk membuka timeline twitter setiap paginya, saya menemukan satu retweet yang menarik. Sebuah tweet yang diretweet, lucunya oleh mantan pacar saya. Tweet sederhana, yang saya yakin si empunya juga tidak bermaksud apa-apa selain menghargai nasihat ayahnya. Tapi entah kenapa tweet itu menyetop scroll timeline saya. Iseng saya klik profile twitternya. @frahmadani namanya. Secara otomatis saya scroll tweet-tweetnya yang lain. Tweetnya biasa. Tidak pretensius, tidak judging, tidak juga modus. Saya entah kenapa cukup yakin orang ini mentweet murni pikirannya, tanpa bermaksud apa-apa. Saya klik profile picturenya, dia tampak seperti laki-laki biasa, tapi entah kenapa saya begitu suka caranya berbahasa. Lalu rutinitas harian pun terpaksa membubarkan saya dari kepoan twitter pagi itu.

Tapi entah mengapa ada yang begitu mengena dari tulisannya. Sungguh, hingga saat ini pun saya tidak tahu apa, tapi yang muncul dari pikiran saya adalah saya ingin mengenal dia. Saya ingin mengetahui pikirannya. Saya ingin tau orang ini.

Saat itu, saya masih cukup intens berkomunikasi dengan mantan yang meretweet tulisannya. Malam harinya, tanpa pikir panjang saya bilang keinginan saya mengenal orang ini ke si mantan. Saya lupa tepatnya apa yang saya bilang, saya hanya merasa keinginan ini harus disampaikan, entah kenapa. Ini kali pertama saya minta dikenalkan ke orang sejujurnya. Apalagi saya hanya baca tulisannya. Tapi entah kenapa saya begitu nekat. Semesta mungkin sedang membisikkan takdir saya? Entahlah. Saat itu tak terpikir lebih jauh dari ‘saya mau kenal dan ngobrol sama orang ini’.
Hari terlewat, obrolan mengenai ingin mengenal sesosok orang dibalik akun @frahmadani ini pun terlewat saja, hingga akhirnya teman saya ini bilang bahwa si akun @frahmadani rupanya tak keberatan jika berkenalan dengan saya.

Saya ingat betul saat itu malam hari, saya ingat betul saya sedang berdiri di kamar di rumah kontrakan saya di Cirebon. Saya ingat betul bagaimana pertama kalinya akhirnya saya berkomunikasi dengan dia.
Obrolan kami berlangsung lancar, menyenangkan, tidak pretensius. Dan ada satu kalimat yang saya ingat dia tanyakan ke saya: Ceritain dong film, tv series, dan novel kesukaan lo. Karena dari situ kita bisa mengenal orang.
Mungkin terdengar biasa saja buat anda, tapi buat saya waktu itu, pertanyaan sederhana itu entah kenapa begitu mengena. Diantara sekian orang yang pertanyaannya selalu terbaca: Lo dokter ya? Lo orang sunda? Lo orang padang? Lo anak unpad? Entah kenapa pertanyaan sederhana mengenai apa yang saya suka, dan bukan apa latar belakang saya begitu mengena.

And I knew right then, that this man will have a big impact to my life. 

No comments:

Post a Comment