September 22, 2009
If I Fell In Love With You
Would you promise to be true
And help me understand
'cause I've been in love before
And I found that love was more
Than just holding hands
If I give my heart to you
I must be sure
From the very start
That you would love me more than her
If I trust in you oh no please
Don't run and hide
If I love you too oh please
Don't hurt my pride like her
'cause I couldn't stand the pain
And I would be sad if our new love was in vain
So I hope you see love that I
Would love to love you
And that she will cry
When she learns we are two
'cause I couldn't stand the pain
And I would be sad if our new love was in vain
So I hope you see that I
Would love to love you
And that she will cry
When she learns we are two
If I fell in love with you yeah
No no no no no.
-- Maroon 5.
ps. I LOVE this song! Adam Levine's voice is really sexy ;p
September 21, 2009
September 11, 2009
Perfect.
Current Track: Ecoutez – Maafkan
Nobody's perfect. Kita semua pasti pernah dengar frase itu, rite? 2 kata yang menurut gue cuma menjadi justifikasi betapa lemah dan minusnya kita sebagai manusia. 2 kata ini yang jadi pedoman gue supaya gak ngiri atau jealous dengan orang lain. Well, don't tell anybody, tapi setiap kali gue melihat sesosok orang, either itu temen, keluarga, atau bahkan artis, gue entah kenapa mempunyai tendensi untuk mencari satu titik celah minusnya, sehingga gue bisa gak terjerumus dalam bayangan how perfect he/she is. To remind me, we're human afterall.
Gue gak tau apa titik celah yang orang lain lihat sama gue. Tapi buat gue, Sharifah Shakinah adalah sesosok manusia penuh dengan celah disana-sini. Mungkin karena gengsi, atau mungkin karena murni panggilan manusia yang selalu ingin menjadi lebih, gue selalu berusaha buat jadi sosok ideal buat orang orang disekitar gue. Jadi a perfect daughter, a perfect aunty, a perfect best friend, a perfect friend, a perfect medical student, a perfect girl friend, a perfect leader, blablabla. Gue selalu pengen jadi sosok sempurna yang memuaskan 'keinginan' orang orang di sekitar gue.
Capek? Pasti. Dengan keinginan orang-orang disekitar gue yang selalu menuntut gue buat berubah, lebih dewasa, lebih pintar mengambil keputusan, lebih bisa memuaskan semua pihak, lebih logis, dan segala macemnya. Apalagi dengan gue selalu berusaha memberikan sosok yang sempurna buat mereka, gue merasa kadang-kadang orang-orang overrated gue. Dan itu lagi-lagi membuat gue jungkir-balik buat memenuhi kebutuhan mereka. Kaya lingkaran setan. Gue ngasih yang terbaik, mereka nuntut lebih. Again, and again.
Sometimes rasanya gue ngiri sama orang-orang yang gak takut judgment orang. Mereka stand up buat hak mereka sebagai manusia biasa. Gue gak bisa, gak pernah bisa. Ketika seseorang menuntut gue menjadi lebih dewasa, gue gak bisa mempertahankan hak gue untuk tetap jadi anak-anak. Ketika seorang menuntut gue mengurangi tingkat perhatian mereka ke gue, gue gak bisa mempertahankan hak gue untuk diperhatikan sama mereka. Ketika seseorang menuntut gue untuk selalu ada buat mereka, gue gak bisa mempertahankan hak gue untuk punya waktu sendiri dan hilang. How come they never satisfied?
A friend called me, I got 'Marshanda's Syndrome'. You know, ketika orang overrated lo, tapi lo capek untuk terus memenuhi ekspektasi mereka. You just blew. You made an-ashaming-video, you recorded yourself crying, things like that.
Rasanya pengen teriak ke dunia, I'm just a human, afterall. Bugger off.
September 10, 2009
Ready Or Not.
Di kampus gue, ada sebuah hari di dalam bulan Ramadhan yang bernama Jco Day.
Not, not that delicious doughnut, Jco day stands for Jilbab and Koco (?) day. Jadi hari dimana, kalo lo mau sedikit berubah di bulan penuh berkah ini,sangat dipersilahkan. Dan gue mencoba sedikit melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan ikutan Jco day ini.
Jadi, alhasil dengan rayuan maut gue, gue berhasil membujuk teman sebelah kamar gue, Defina, untuk ikutan Jco Day ini. Yeah, at least gue gak sendirian dateng dengan jilbab gituh. Hehe. Yah, kalo lo cukup mengenal gue, gue mungkin bukan orang yang bisa dipercaya ketika memakai jilbab. Secara ngomong masih belepetan, solat masih jauh dari sempurna, bukan akhwat DKM gitu lah. Jadi, gue berharap dengan ada temen pake kerudung bareng, muka-muka surprise itu gak akan cuma terarah ke gue doang. Huehe. *devil*.
So, when I first walked at campus with those veil hanging by my head, semua orang mukanya surprise, dan nanya "Ya ampun Shasha, Alhamdulillah". Dan gue kelabakan menjawab ucapan orang-orang dengan "Ini cuma Jco Day! Belum permanen!" dengan muka panik. Yap, ada kali gue ngomong gitu 100 kali sehari. Bukannya gak pernah kepikiran make sih, pernah sih pernah. As a moslem women, I have this image of me wearing that veil permanently. Tapi ya gitu, as I said before, dengan ngomong yang masih belepetan dan jarang disaring, solat masih jauh dari sempurna, sunah masih jarang banget di jalankan, gue merasa belum cukup pantas untuk membawa identitas itu kemana-mana. Menurut gue, ketika gue memutuskan untuk akhirnya menutup aurat gue, gue harus bisa ngebawa nama agama gue dengan sangat baik. Gue sangat gak mau jadi orang-orang yang make identitas agama (semacem kerudung gitu) tapi attitudenya masih minus.
Entah kenapa gue berfikir kalo ketika sekarang gue melakukan hal yang kurang disetujui agama, pegangan tangan misalnya, at least gue gak bawa identitas agama gue di depan orang yang gak kenal. At least omongan orang seperti "ih pake kerudung tapi pegangan tangan" atau "ih pake kerudung tapi ngomongnya gak dijaga" bisa gue hindari. Dan seandainya pun suatu saat dimasa depan gue siap membawa identitas agama gue, dan siap menutup aurat gue, gue pengen jadi orang yang beda dan sangat jauh lebih baik dari gue sekarang. Amin!